Sabtu, 27 September 2014

Sistem Informasi Psikologi

Nama: Savina Maharani
Kelas: 4PA08
NPM : 18511377


Sebelum saya menjelaskan definisi dari Sistem Informasi Psikologi, mari kita pelajari arti dari sistem, informasi dan psikologi itu sendiri.


Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Ida Nuraida (2008) sistem adalah kumpulan komponen dimana masing-masing komponen memiliki fungsi yang saling berinteraksi dan saling bergantung serta memiliki satu kesatuan yang utuh untuk bekerja mencapai tujuan tertentu.


Informasi
Menurut Chr. Jimmy. L.Gaol (2008), informasi adalah segala sesuatu keterangan yang bermanfaat untuk para pengambil keputusan/manajer dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan menurut Gordon B. Davis (1991), informasi adalah data yang telah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa informasi merupakan segala sesuatu keteterangan yang bermanfaat  bagi penerimanya untuk pencapaian tujuan maupun pengambilan keputusan.


Psikologi
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani, yaitu psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu, Secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Pengertian dari jiwa sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak.
Menurut Heru Basuki (2008) psikologi adalah ilmu pengetahuan (ilmiah) yang mempelajari perilaku, sebagai manifestasi dari kesadaran proses mental, aktivitas motorik, kognitif, dan juga emosional. 
Secara sederhana psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.


Sistem Informasi Psikologi
Menurut Chr. Jimmy L. Gaol (2008), sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.
Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi Psikologi merupakan suatu sistem yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan data informasi untuk penerimanya.


Source:
Gaol, C.J.L. (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo.
Gordon B. Davis. (1991).  Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian 1. Jakarta: PT Pustaka Binamas Pressindo.
Nuraida, I. (2008). Manajemen Administrasi Perkantoran. Yogyakarta: Kanisius. 

Rabu, 21 Mei 2014

Terapi Bermain dalam Penggunaannya Mengatasi Permasalahan

Anda dapat melihat tulisan ini juga pada

Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan salah satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah kecemasan sebelum dan sesudah tindakan operatif. Dengan demikian dapat dipahami bahwa didalam perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan suatu kegiatan didalam melakukan asuhan keperawatan yang sangat penting untuk mengurangi efek hospitalisasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
Di sisi lain terapi bermain menurut Schaefer dan Reid (dalam Hatiningsih, 2013) adalah salah satu alat untuk membangun komunikasi bagi anak- anak yang bermasalah untuk dapat mengungkapkan permasalahan yang sedang mereka hadapi dengan cara menyenangkan, santai dan terbuka.

Pengaruh bermain dalam perkembangan anak :
1)        Perkembangan Fisik
2)        Dorongan Berkomunikasi
3)        Penyaluran bagi Energi Emosional yang Terpendam
4)        Penyaluran bagi Kebutuhan dan Keinginan
5)        Sumber Belajar
6)        Rangsangan bagi Kreativitas
7)        Perkembangan Wawasan Diri
8)        Belajar Bermasyarakat
9)        Standard Moral
10)    Belajar Bermain Sesuai dengan Peran Jenis Kelamin
11)    Perkembangan Ciri Kepribadian yang Diinginkan


STUDI KASUS
Studi kasus 1 ( Play Therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual terhadap anak)

Sepanjang tahun terdapat banyak laporan kasus kekerasan terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, seksual maupun psikis. Salah satu diantaranya kasus yang sering terjadi adalah kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual. Kekerasan ini dapat dilakukan oleh keluarga yaitu ayah atau ibu kandung, ayah atau ibu tiri, saudara kandung, kakek, nenek, bahkan tetangga, bapak atau ibu guru, teman maupun pacar. Seperti kasus yang sedang diramaikan saat ini adalah Jakarta Internasional School (JIS).
Kasus diatas memiliki dampak psikologis bagi anak seperti masalah harga diri, perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri hingga dapat mengakibatkan gangguan seperti Pasca-Trauma Stress Disorder (PTSD), Gangguan kepribadian dan Gangguan identitas disosiatif. Terapi yang digunakan untuk menangani kasus kekerasan seksual diatas yaitu dengan terapi bermain. Menurut Wakenshaw , terapi permainan merupakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan kesadaran dalam dunia anak atau wawasan anak melalui wahana utama komunikasi mereka, yaitu bermain yang merupakan cara yang terbaik untuk anak mengekspresikan perasaannya. Salah satu terapi bermain yang dapat dilakukan adalah bermain rumah-rumahan. Tokoh-tokoh yang berperan dalam tema tersebut dipilih sesuai dengan peran yang analog dengan kasus yang terjadi pada subjek.
Terapi bermain dapat digunakan untuk mengungkap kasus kekerasan seksual pada anak , media untuk mengekpresikan pikiran dan perasaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui terapi bermain, disertai wawancara dan observasi diperoleh gambaran tentang lokasi dan kronologis kejadian kekerasan seksual yang terjadi pada subyek penelitian, serta dapat mengungkap jenis kekerasan seksual yang terjadi pada subyek. Selain itu melalui terapi bermain subyek dilengkapi wawancara dan observasi, subyek dapat mengekpresikan perasaan marah sehubungan dengan kasus yang menimpa dirinya.

Studi Kasus 2 ( Terapi bermain dalam kasus anak yang tidak mau sekolah)
Seorang anak yang tidak termotivasi untuk sekolah bisa disebabkan oleh beberapa hal. Untuk mengungkap penyebab tersebut dapat dilakukan terapi bermain. Dengan mengajak anak tersebut bermain melalui berbagai macam permainan. Seorang terapis ingin mengetahui penyebab seorang anak yang tidak mau sekolah. Terapis tersebut mengajak anak itu bermain dengan sifat yang ramah agar anak tersebut merasa nyaman dengannya. Terapis  menggunakan permainan binatang-binatang kecil yang terbuat dari plastik dan mulai menanyakan alasan anak tersebut tidak mau sekolah. Mungkin anak tersebut tidak bisa menjawab. Lalu terapis meminta anak tersebut memilih binatang yang paling disukai yang menyerupai anak tersebut maupun gurunya, dalam hal ini adalah karakternya. Dan anak tersebut memilih binatang yang menyerupai dirinya yaitu kingkong, saat ditanya alasan mengapa memilih kingkong, anak tersebut akan mulai menceritakan. Dengan permainan, anak akan mudah untuk bercerita. Dan terapis dapat mengalihkan perhatiannya untuk kembali ke tujuan awal dari terapi. Setelah masalah telah terungkap, terapis memberitahukan kepada orang tua anak tersbut.
Bentuk-bentuk dari terapi bermain ini bermacam-macam dan sederhana sekali, juga tidak memerlukan biaya yang mahal namun memerlukan kreativitas. Tapi kita bukan menggunakan video games sebagai permainan tapi menggunakan alat-alat yang nantinya akan menghasilkan sesuatu. Dan dari hasil itu, kita tidak melihat nilai seninya namun kita melihat hasil dari apa yang dibuatnya dan biasanya hasil itu menunjukkan dirinya atau perasaannya. Alat-alat permainan yang biasa digunakan antara lain boneka ("puppet"), menggambar, binatang-binatang kecil dari plastik, pedang-pedangan dari plastik, kartu forty-one, pasir, malam atau pledo, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi bermain ini dibutuhkan waktu + 30 menit.

Studi Kasus 3 (Pendekatan teoritis penerapan terapi bermain pada penyandang autisme)
Penyandang autisme dapat menggunakan terapi bermain. Beberapa terapi bermain yang dapat digunakan salah satunya yaitu terapi yang dilakukan oleh Bromfield. Fokus terapi yang dilakukan oleh Bromfield yaitu dengan masuk ke dunia anak agar dapat memahami pembicaraan dan perilaku anak yang membingungkan dan kadang tidak diketahui maknanya. Bromfield mencoba menirukan perilaku obsessif anak yaitu mencium/membaui semua objek yang ditemui menggunakan suatu boneka. Cara yang dilakukan Bromfield dapat menarik perhatian anak tersebut. Bromfield berhasil menjalin komunikasi lanjutan dengan anak tersebut menggunakan alat-alat bermain lain seperti boneka, catatan-catatan kecil, dan telepon mainan. Setelah proses terapi yang berjalan tiga tahun, si anak dapat berkomunikasi secara lebih sering dan langsung.

Sumber :
Hatiningsih, N. (2013). Plat Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi pada Anak  Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 330
Maslihah, S. (2013). Play Therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jurnal Penelitian Psikologi . 4, 1
Tedjasaputra, M. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta: Grasindo
Simanjuntak, F.K.J.A. (2009). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tindakan Kooperatif Anak dalam Menajalani Perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 9

Jumat, 04 April 2014

Psikoterapi

1. Definisi Psikoterapi
Psikoterapi secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya : jiwa dan “therapy” dari Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”, sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang.

Menurut Watson & Morse (1997), psikoterapi dirumuskan sebagai: bentuk khusus dari interaksi antara dua orang, pasien dan terapis, pada mana pasien memulai interaksi karena ia mencari bantuan psikologik dan terapis menyusun interaksi dengan mempergunakan dasar psikologik untuk membantu pasien meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam kehidupannya dengan mengubah pikiran, perasaan dan tindakannya.

Corsini (1989), psikoterapi adalah proses ormal dari interaksi antara dua pihak, setiap pihak biasanya terdiri dari satu orang, tetapi ada kemungkinan terdiri dari dua orang atau lebih pada setiap pihak, dengan tujuan memperbaiki keadaan yang tidak menyenangkan (distress) pada salah satu dari kedua pihak karena ketidakmampuan atau malafungsi pada salah satu dari bidang-bidang berikut: fungsi kognitif kelainan pada fungsi berpikir), fungsi afektif (penderitaan atau kehidupan emosi yang tidak menyenangkan) atau fungsi perilaku (ketidak tepatan perilaku); dengan terapis yang memilikiteori tentang asal ususl kepribadian, perkembangan, mempertahankan dan emngubah bersama-sama dengan beberapa metode perawatan yang mempunyai dasar teori dan profesinya diakui resmi untuk bertidak sebagai terapis.

2. Tujuan Psikoterapi
Ada lima tujuan psikoterapi dan kebanyakan terapi memusatkan perhatian pada salah satu atau lebih di antara tujuan-tujuan itu. Kelima tujuan tersebut dapat diutarakan di bawah ini (Huffman, et al., 1997).

1.      Pikiran-pikiran kalut. Individu-individu yang mengalami kesulitan secara khas mengalami konfusi, pola-pola pikiran yang destruktif, atau tidak memahami masalah-masalah mereka sendiri. Para terapis berusaha mengubah pikiran-pikiran ini dan memberikan ide-ide atau informasi baru, dan membimbing individu-individu tersebut untuk menemukan pemecahan-pemecahan terhadap masalah-masalah mereka sendiri.
2.      Emosi-emosi yang kalut. Orang-orang yang mencari terapi pada umumnya mengalami emosi yang sangat tidak menyenangkan. Dengan mendorong pasien untuk mengungkapkan secara bebas perasaan-perasaan dan memberikan suatu lingkungan yang menunjang, para terapis membantu mereka menggantikan perasaan-perasaan tersebut, seperti perasaan putus asa dan perasaan tidak mampu dengan perasaan-perasaan yang mengandung harapan dan percaya akan diri sendiri.
3.      Tingkah laku-tingkah laku yang kalut. Individu-individu yang mengalami kesulitan biasanya memperihatkan tingkah laku-tingkah laku yang mengandung masalah. Para terapis membantu pasien-pasien mereka menghilangkan tingkah laku yang menganggu itu dan membimbing mereka kepada kehidupan yang lebih efektif.
4.      Kesulitan-kesulitan antarpribadi dan situasi kehidupan. Para terapis mem-bantu pasien-pasien memperbaiki hubungan mereka dengan keluarga, teman-teman, dan kolega-kolega seprofesi. Mereka juga membantu para pasien itu menghindari atau mengurangi sumber-sumber stres dalam kehidupan mereka seperti tuntutan-tuntutan pekerjaan atau konflik-konflik keluarga.
5.      Gangguan-gangguan biomedis. individu-individu yang mengalami kesulitan kadang-kadang menderita gangguan-gangguan biomedis yang langsung menyebabkan atau menambah kesulitan-kesulitan psikologis. Para terapis membantu menghilangkan masalah-masalah ini pertama-tama dengan obat-obatan, dan kadang-kadang dengan terapi elektrokonvulsif dan/ atau psikobedah (psychosurgery). Meskipun kebanyakan terapis bisa bekerja dengan pasien-pasien dalam beberapa bidang ini, terapi penekanan berbeda menurut latar belakang pendidikan terapis. Para psikoanalis, misalnya, menitikberatkan pikiran-pikiran tak sadar dan emosi; para terapis kognitif memusatkan perhatian pada pola-pola pikiran dan kepercayaan yang salah; para terapis humanistik berusaha mengubah respons-respons emosional negatif dari pasien; para behavioris (sebagaimana terkandung dalam nama itu sendiri) memusatkan perhatian pada perubahan tingkah laku maladaptif; dan para terapis yang menggunakan teknik-teknis biomedis berusaha mengubah gangguan-gangguan biologis.

3. Unsur-unsur Psikoterapi
Menurut Masserman dalam Buku Saku Psikiatri, telah melaporkan tujuh “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsur-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Yaitu:
1.      Peran Sosial (martabat) psikoterapis
2.      Hubungan (persekutuan terapeutik)
3.      Hak
4.      Retrospeksi
5.      Re-edukasi
6.      Rehabilitasi
7.      Resosialisasi
8.      Rekapitulasi

4. Perbedaan antara Psikoterapi dan Konseling
Psikoterapi secara spesifik diterapkan terhadap penyakit klinis atau mental karena sangat berlawanan dengan penyakit yang banyak terjadi di masyarakat. Psikoterapi dilakukan oleh psikoterapis (yang berlawanan dengan konselor) yang merupakan seorang terapis umum atau terapis yang berkualitas, sedangkan konseling dapat dilakukan oleh semua orang, mulai dari pemuka agama dampai konselor profesional.


Konseling pada umumnya menangani orang normal, sedangkan psikoterapi terutama menangani orang yang mengalami gangguan psikologis.
Konseling lebih edukatif, sportif, berorientasi sadar. Dan berjangka pendek. Sedangkan psikoterapi lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tidak sadar dan berjangka panjang.

Konseling lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret. Sedangkan psikoterapi sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah serta berkembang terus.

5. Cara Psikoterapi Melakukan Berbagai Pendekatan Terhadap Mental Illness
Menurut J.P. chaplin ada beberapa pendekatan psikoterapi terhadap mental illness, yaitu :
1.      Biological
Meliputi keadaan mental organik, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin.
2.      Psychological
Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatic, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional peuh stres yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
3.      Sosiological
Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatar belakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
4.      Philosophic
Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri sesorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar filsafatnya tetap ada, yakni menghargai sistem nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

6. Bentuk-bentuk Utama dari Terapi
Terapi psikoanalitik : Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan resolusi dan integrasi fase-fase perkembangan psikoseksual yang berhasil. Perkembangan kepribadian yang gagal merupakan akibat dari resolusi sejumlah fase perkembangan psikoseksual yang tidak memadai. Id, ego dan superego membentuk dasar bagi struktur kepribadian. Kecemasan adalah akibat perepresian konfilk-konflik dasar. Mekanisme-mekanisme pertahanan ego dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Proses-proses tak dasar berkaitan erat dengan tingkah laku yang muncul sekarang.

Terapi Eksistensial-Humanistik : Pada dasarnya merupakan suatu pendekatan terhadap konseling dan terapi alih-alih suatu model teoretis tetap. Terapi eksistensial-humanistik menekankan kondisi-kondisi inti manusia. Perkembangan kepribadian yang normal berlandaskan keunikan masing-masing individu. Kesadaran diri berkembang sejak bayi. Determinasi diri dan kecenderungan ke arah pertumbuhan adalah gagasan-gagasan sentral. Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan dalam mengaktualkan potensi. Pembedaan-pembedaan dibuat antara “rasa bersalah eksistensial” dan “rasa bersalah neurotik” serta antara “kecemasan eksistenisal” dan “kecemasan neurotik”. Berfokus pada saat sekarang dan pada menjadi apa seseorang itu; yang berarti memiliki orientasi ke masa depan. Ia menekankan kesadaran diri sebelum bertindak. Ia adalah terapi eksperiensial.

Terapi Cleint-Centered : Klien memiliki kemampuan untuk menjadi sadar atas masalah-masalahnya serta cara-cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan pada kesanggupan klien untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehantan mental adalah keselarasan antara diri ideal dan diri riel. Maladjustment adalah akibat dari kesenjangan antara diri ideal dan diri riel. Berfokus pada saat sekarang serta pada mengalami dan mengekspresikan perasaamn-perasaan.

Terapi Gestalt : Berfokus pada apa dan bagaimana mengalami di sini-dan-sekarang untuk membantu klien agar menerima polaritas-polaritas dirinya. Konsep-konsep utama mencakup tanggung jawab pribadi, urusan yang tak selesai, penghindaran, mengalami dan menyadari saat sekarang. Ia adalah terapi eksperiensial yang menekankan perasaan-perasaan dan pengaruh-pengaruh urusan yang tak selesai terhadap perkembangan kepribadian sekarang.

Analisis transaksional : Berfokus pada permainan-permainan yang dimainkan untuk menghindari keakraban dalam transaksi-transaksi. Kepribadian terdiri atas ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Klien diajari untuk menyadari ego mana yang berperan dalam transaksi-transaksi yang dijalankan. Permainan, penipuan, putusan-putusan dini, skenario kehidupan, dan internalisasi perintah-perintah adalah konsep-konsep utama.

Terapi tingkah laku : berfokus pada tingkah laku yang tampak, ketepatan dalam menyusun tujuan-tujuan treatmen, pengembangan rencana-rencana treatmen yang spesifik, dan evaluasi objektif atas hasil-hasil terapi. Terapi berlandaskan prinsip-prinsip teori belajar. Tingkah laku yang normal dipelajari melalui perkuatan dan peniruan. Tingkah laku yang abnormal adalah akibat dari belajar yang keliru. Ia menekankan tingkah laku sekarang dan hanya memberikan sedikit perhatian kepada sejarah masa lampau dan sumber-sumber gangguan.

Terapi Rasional-Emotif : Neurosis adalah pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosiomal nerakar pada masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional.  Oleh karenanya, klien ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Terapi Realitas : pendekatan ini menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental. Berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang, dan menolak masa lampau sebagai variabel utama. Pertimbangan nilai dan tanggung jawab moral ditekankan. Kesehatan mental sama dengan penerimaan atas tanggung jawab.


Sumber:
Gunarsa, Singgih. (2004). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
OFM, Drs. Yustinus Semium. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Penerbit Percetakan Kanisius.
Guze, Barry. Siegal, Daniel J. Maulany, R.F. 1997. Buku Saku Psikiatri. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Morisson, Paul., Philip, Burnard. (2002). Caring and Communicating: Hubungan Interpersonal dalam Keperawatan Ed 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Corey, Gerald. (2006). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Jumat, 17 Januari 2014

Rangkuman Tulisan 1, 2 dan 3

Komunikasi dan Leadership
1.        Komunikasi
Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (bisa berupa pesan, ide, atau gagasan) dari satu pihak ke pihak lain. Komunikasi bisa dilakukan secara verbal (lisan) dan nonverbal (bisa dari gerak gerik badan atau sikap tertentu).

Dimensi Komunikasi
a.    Komunikasi sebagai proses
Komunikasi yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Mulai dari adanya sebuah informasi lalu ada sender yang memberikan informasi dan adapula receiver yang mendapatkan informasi nah, ketika informasi itu berjalan mulai dari adanya hal yang akan disampaikan hingga diterima receiver itulah disebut proses.
b.    Komunikasi sebagai simbolik
Simbol dapat dinyatakan dalam bahasa verbal maupun nonverbal. Simbol disini bisa dikatakan sebuah tanda hasil kreasi manusia yang dapat menunjukkan kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya.
Faktor budaya dan psikologis mempengaruhi adanya simbol, sehingga meskipun pesan yang disampaikan sama tetapi bisa saja mempunyai arti yang berbeda apabila individu yang menerima atau receiver nya mempunyai kerangka berpikir berbeda begitu juga latar belakang budayanya.
c.    Komunikasi sebagai sistem
Dari segi bentuknya ada sistem terbuka dan tertutup yang mebedakan adalah sistem terbuka dimana prosesnya terbuka tergantung pengaruh lingkungan sekitarnya, dan sistem tertutup prosesnya tertutup dari pengaruh lingkungan luar.
d.   Komunikasi sebagai transaksional
Komunikasi tidak pernah terjadi tampa melibatkan orang lain, dalam proses yang demikian akan timbul action dan interaction diantara para pelaku komunikasi.
e.    Komunikasi sebagai aktivitas sosial
Hubungan antar sesama manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau untuk kepentingan aktualitas diri dalam membicarakan masalah-masalah politik, sosial, budaya, seni dan teknologi.
f.     Komunikasi sebagai multidimensional
Kalau komunikasi dilihat dari perspektif multidimensional ada 2 tingkatan yang dapat di identifikasikan yakni :
Dimensi isi (content dimension) : menunjuk pada kata, bahasa dan informasi yang dibawa pesan.
Dimensi hubungan (relationship dimension) : menunjukkan bagaimana proses komunikasi berinteraksi satu sama lain.

2.        Leadership
Definisi Leadership
Leadership atau kepemimpinan adalah ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia. (Moejiono, 2002) 

Teori Kepemimpinan
a.    Teori X dan Y (Douglass McGregor)
menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang.
-     Teori X 
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. 
-     Teori Y 
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. 

b.    Teori sistem 4 (Rensis Likert) 
Salah satu teori komunikasi yang mengkaji hubungan antar manusia melalui hasil dari produksinya dilihat dari kacamata manajemen.
-   Sistem Pertama: Sistem yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas kebawah. 
-  Sistem Kedua: Sistem yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk turut memberikan masukan atas keputusan itu. 
-  Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata. Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan tersebut. 
-  Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting (tujuan) dan penilaian. 

c.    Teori of leadership pattern choice (Tannenbaum & Scmidt)
Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt :
1.    Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup/bawahan.
2.    Pemimpin menjual keputusan.
3.    Pemimpin menyajikan ide-ide/pemikiran dan mengundang pertanyaan-pertanyaan.
4.  Pemimpin menyajikan keputusan yang bersifat sementara untuk kelompok yang kemungkinan dapat diubah.
5.    Pemimpin menyajikan masalah, meminta saran, dan membuat keputusan.
6.    Pemimpin merumuskan batas-batas, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan.
7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh pimpinan.


Motivasi
Pengertian Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.

Teori Motivasi
a.         Teori Drive Reinforcement
-     Teori drive
Secara umum , teori-teori drive mengatakan : ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan.
-     Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini mempunyai dua aturan pokok: aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan jawaban-jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan) atau negatif (menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan), tetapi organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.

b.        Teori Harapan
Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu.
Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya Work Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektansi seseorang yaitu:
1.    Harga diri.
2.    Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.
3.    Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan.
4.    Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas
5.    Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.

c.    Teori Tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni:
1.      tujuan-tujuan mengarahkan perhatian.
2.      tujuan-tujuan mengatur upaya.
3.      tujuan-tujuan meningkatkan persistensi.
4.      tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.

d.   Teori Hierarki Kebutuhan (Maslow)
manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : 
1.      kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex.
2.   kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual
3.      kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
4.  kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.
5.  aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.


Mengendalikan Fungsi Manajemen
Definisi Mengendalikan/controlling
Pengendalian adalah salah satu fungsi manajerial seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan.
Pengendalian merupakan adalah fungsi penting karena membantu untuk memeriksa kesalahan dan mengambil tindakan korektif sehingga penyimpangan dari standar diminimalkan dan menyatakan tujuan organisasi dicapai dengan cara yang diinginkan.
Kontrol dalam manajemen berarti menetapkan standar, mengukur kinerja aktual dan mengambil tindakan korektif.

Langkah-langkah dalam kontrol
Mockler (1984) membagi pengawasan dalam 4 langkah yaitu :
1.        Menetapkan standar dan Metode Mengukur Prestasi Kerja
Standar yang dimaksud adalah criteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
2.        Melakukan Pengukuran Prestasi Kerja
Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi ari standar dapat diketahui lebih dahulu.
3.        Menetapkan Apakah Prestasi Kerja Sesuai dengan Standar
Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.
4.        Mengambil Tindakan Korektif
Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.

Tipe Pengendalian Manajemen
1.        Pengendalian preventif (prefentive control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan perumusan strategic dan perencanaan strategic yang dijabarkan dalam bentuk program-program.
2.        Pengendalian operasional (Operational control)
Dalam tahap ini pengendalian manajemen terkait dengan pengawasan pelaksanaan program yang telah ditetapkan melalui alat berupa anggaran. Anggaran digunakan untuk menghubungkan perencanaan dengan pengendalian.
3.        Pengendalian kinerja
Pada tahap ini pengendalian manajemen berupa analisis evaluasi kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang telah ditetapkan.


Proses Kontrol Manajemen
Proses pengendalian manajemen yang baik sebenarnya formal, namun sifat pengendalian informal masih banyak terjadi. Pengendalian manajemen formal merupakan tahap-tahap yang saling berkaitan satu sama lain, terdiri dari proses :
1.        Pemrograman (Programming)
Dalam tahap ini perusahaan menentukan program-program yang akan dilaksanakan dan memperkirakan sumber daya yang akan alokasikan untuk setiap program yang telah ditentukan.
2.        Penganggaran (Budgeting)
Pada tahap penganggaran ini program direncanakan secara terinci, dinyatakan dalam satu moneter untuk suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Anggaran ini berdasarkan pada kumpulan anggaran-anggaran dari pusat pertanggungjawaban.
3.        Operasi dan Akuntansi (Operating and Accounting)
Pada tahap ini dilaksanakan pencatatan mengenai berbagai sumber daya yang digunakan dan penerimaan-penerimaan yang dihasilkan. Catatan dan biaya-biaya tersebut digolongkan sesuai dengan program yang telah ditetapkan dan pusat-pusat tanggungjawabnya. Penggolongan yang sesuai program dipakai sebagai dasar untuk pemrograman di masa yang akan datang, sedangkan penggolongan yang sesuai dengan pusat tanggung jawab digunakan untuk mengukur kinerja para manajer.
4.        Laporan dan Analisis (Reporting and Analysis)
Tahap ini paling penting karena menutup suatu siklus dari proses pengendalian manajemen agar data untuk proses pertanggung jawaban akuntansi dapat dikumpulkan.
Analisis laporan manajemen antara lain dapat berupa :
-      Perlu tidaknya strategi perusahaan diperiksa kembali.
-     Perlu tidaknya dilakukan penghapusan, penambahan, atau pengubahan program di tahun yang akan datang.
-     Dari analisis penyimpangan dapat disimpulkan perlunya diadakan perubahan anggaran, apabila sudah tidak realistis.
-   Dari laporan-laporan dapat diambil kesimpulan perlu adanya perbaikan-perbaikan untuk masalah yang tidak dapat diantisipasi.



Link:
http://savinamaharanivajni.blogspot.com/2013/09/komunikasi-dan-leadership.html
http://savinamaharanivajni.blogspot.com/2013/11/motivasi-tulisan-2.html

http://savinamaharanivajni.blogspot.com/2013/11/mengendalikan-fungsi-manajemen-tulisan-3.html