Anda dapat melihat tulisan ini juga pada
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan salah satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah kecemasan sebelum dan sesudah tindakan operatif. Dengan demikian dapat dipahami bahwa didalam perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan suatu kegiatan didalam melakukan asuhan keperawatan yang sangat penting untuk mengurangi efek hospitalisasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya.
Di sisi lain terapi bermain menurut Schaefer dan Reid (dalam Hatiningsih, 2013) adalah salah satu alat untuk membangun komunikasi bagi anak- anak yang bermasalah untuk dapat mengungkapkan permasalahan yang sedang mereka hadapi dengan cara menyenangkan, santai dan terbuka.
Pengaruh bermain dalam perkembangan anak :
1) Perkembangan Fisik
2) Dorongan Berkomunikasi
3) Penyaluran bagi Energi Emosional yang Terpendam
4) Penyaluran bagi Kebutuhan dan Keinginan
5) Sumber Belajar
6) Rangsangan bagi Kreativitas
7) Perkembangan Wawasan Diri
8) Belajar Bermasyarakat
9) Standard Moral
10) Belajar Bermain Sesuai dengan Peran Jenis Kelamin
11) Perkembangan Ciri Kepribadian yang Diinginkan
STUDI KASUS
Studi kasus 1 ( Play Therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual terhadap anak)
Sepanjang tahun terdapat banyak laporan kasus kekerasan terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, seksual maupun psikis. Salah satu diantaranya kasus yang sering terjadi adalah kekerasan seksual pada anak. Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual. Kekerasan ini dapat dilakukan oleh keluarga yaitu ayah atau ibu kandung, ayah atau ibu tiri, saudara kandung, kakek, nenek, bahkan tetangga, bapak atau ibu guru, teman maupun pacar. Seperti kasus yang sedang diramaikan saat ini adalah Jakarta Internasional School (JIS).
Kasus diatas memiliki dampak psikologis bagi anak seperti masalah harga diri, perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri hingga dapat mengakibatkan gangguan seperti Pasca-Trauma Stress Disorder (PTSD), Gangguan kepribadian dan Gangguan identitas disosiatif. Terapi yang digunakan untuk menangani kasus kekerasan seksual diatas yaitu dengan terapi bermain. Menurut Wakenshaw , terapi permainan merupakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan kesadaran dalam dunia anak atau wawasan anak melalui wahana utama komunikasi mereka, yaitu bermain yang merupakan cara yang terbaik untuk anak mengekspresikan perasaannya. Salah satu terapi bermain yang dapat dilakukan adalah bermain rumah-rumahan. Tokoh-tokoh yang berperan dalam tema tersebut dipilih sesuai dengan peran yang analog dengan kasus yang terjadi pada subjek.
Terapi bermain dapat digunakan untuk mengungkap kasus kekerasan seksual pada anak , media untuk mengekpresikan pikiran dan perasaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui terapi bermain, disertai wawancara dan observasi diperoleh gambaran tentang lokasi dan kronologis kejadian kekerasan seksual yang terjadi pada subyek penelitian, serta dapat mengungkap jenis kekerasan seksual yang terjadi pada subyek. Selain itu melalui terapi bermain subyek dilengkapi wawancara dan observasi, subyek dapat mengekpresikan perasaan marah sehubungan dengan kasus yang menimpa dirinya.
Studi Kasus 2 ( Terapi bermain dalam kasus anak yang tidak mau sekolah)
Seorang anak yang tidak termotivasi untuk sekolah bisa disebabkan oleh beberapa hal. Untuk mengungkap penyebab tersebut dapat dilakukan terapi bermain. Dengan mengajak anak tersebut bermain melalui berbagai macam permainan. Seorang terapis ingin mengetahui penyebab seorang anak yang tidak mau sekolah. Terapis tersebut mengajak anak itu bermain dengan sifat yang ramah agar anak tersebut merasa nyaman dengannya. Terapis menggunakan permainan binatang-binatang kecil yang terbuat dari plastik dan mulai menanyakan alasan anak tersebut tidak mau sekolah. Mungkin anak tersebut tidak bisa menjawab. Lalu terapis meminta anak tersebut memilih binatang yang paling disukai yang menyerupai anak tersebut maupun gurunya, dalam hal ini adalah karakternya. Dan anak tersebut memilih binatang yang menyerupai dirinya yaitu kingkong, saat ditanya alasan mengapa memilih kingkong, anak tersebut akan mulai menceritakan. Dengan permainan, anak akan mudah untuk bercerita. Dan terapis dapat mengalihkan perhatiannya untuk kembali ke tujuan awal dari terapi. Setelah masalah telah terungkap, terapis memberitahukan kepada orang tua anak tersbut.
Bentuk-bentuk dari terapi bermain ini bermacam-macam dan sederhana sekali, juga tidak memerlukan biaya yang mahal namun memerlukan kreativitas. Tapi kita bukan menggunakan video games sebagai permainan tapi menggunakan alat-alat yang nantinya akan menghasilkan sesuatu. Dan dari hasil itu, kita tidak melihat nilai seninya namun kita melihat hasil dari apa yang dibuatnya dan biasanya hasil itu menunjukkan dirinya atau perasaannya. Alat-alat permainan yang biasa digunakan antara lain boneka ("puppet"), menggambar, binatang-binatang kecil dari plastik, pedang-pedangan dari plastik, kartu forty-one, pasir, malam atau pledo, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi bermain ini dibutuhkan waktu + 30 menit.
Studi Kasus 3 (Pendekatan teoritis penerapan terapi bermain pada penyandang autisme)
Penyandang autisme dapat menggunakan terapi bermain. Beberapa terapi bermain yang dapat digunakan salah satunya yaitu terapi yang dilakukan oleh Bromfield. Fokus terapi yang dilakukan oleh Bromfield yaitu dengan masuk ke dunia anak agar dapat memahami pembicaraan dan perilaku anak yang membingungkan dan kadang tidak diketahui maknanya. Bromfield mencoba menirukan perilaku obsessif anak yaitu mencium/membaui semua objek yang ditemui menggunakan suatu boneka. Cara yang dilakukan Bromfield dapat menarik perhatian anak tersebut. Bromfield berhasil menjalin komunikasi lanjutan dengan anak tersebut menggunakan alat-alat bermain lain seperti boneka, catatan-catatan kecil, dan telepon mainan. Setelah proses terapi yang berjalan tiga tahun, si anak dapat berkomunikasi secara lebih sering dan langsung.
Sumber :
Hatiningsih, N. (2013). Plat Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi pada Anak Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 330
Maslihah, S. (2013). Play Therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Jurnal Penelitian Psikologi . 4, 1
Tedjasaputra, M. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta: Grasindo
Simanjuntak, F.K.J.A. (2009). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tindakan Kooperatif Anak dalam Menajalani Perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, 9